Defenisi Balanced Scorecard
Borland Scorecard atau disingkat
BSC merupakan strategi pendekatan
terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan
(Harvard Business School) pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu
balanced (keseimbang ) dan scorecard (kartu skor). Balanced (keseimbangan) berarti
adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan , performance
jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal
sampai yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) merupakan
kartu skor yang digunakan untuk mencatat performance tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Borland Scorecard adalah suatu mekanisme
sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam
tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah
terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi
bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
BSC memiliki beberapa keunggulan
yang tidak dimiliki oleh alat manajemen lainnya. Seperti yang dimiliki oleh
strategi manajemen tradisional, hanya mengukur kinerja organisasi dari segi
keuangan saja dan lebih menitikberatkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat
tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa
hal-hal yang bersifat intangible juga berperan penting dalam kemajuan suatu
organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi
kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif, yaitu keuangan , pelanggan,
proses internal bisnis serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Perspektif Borland Scorecard
1. Perspektif Keuangan
Balanced scorecard
adalah suatu metode pengukuran kinerja yang didalamnya ada keseimbangan antara
keuangan dengan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap
keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaikan visi yang
berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny
Setiawan, 2000), sebagai berikut :
a. Peningkatan customer yang puas sehingga
meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue)
b. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan
sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan cost effectiveness)
c.
Peningkatan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan finansial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan
investasi dalam proyek yang menghasilkan return tinggi.
Di dalam BSC, pengukuran finansial memiliki dua peran
penting. Yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran
finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan. Yang
kedua adalah memberi dorongan kepada tiga perspektif lainnya tentang target
yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif ini,
perusahaan terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi
target bagi organisasi. Selanjutnya, para pengambil kebijakan harus menentukan
alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari setiap operasi dalam upaya
mencapai target finansialnya. Produk akan dikatakan lebih bernilai apabila
manfaat yang diterima produk tersebut lebih tinggi dari pada biaya perolehan. Tetapi
suatu perusahaan terbatas dalam memuaskan potensial customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar
untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang
ada.
Dalam
perspektif pelanggan, ada dua pengukuran, yaitu :
a.
Kelompok pengukuran inti (icore measurement
group)
Kelompok ini digunakan untuk mengukur
bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan,
mempertahankan, memperoleh dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam
kelompok ini, dikenal lima tolak ukur, yaitu : pangsa pasar, akuisisi
pelanggan, retensi pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan.
b. Kelompok pengukuran nilai pelanggan (customer value proposition).
Kelompok ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial
yang mungkin bisa mereka bisa masuki. Value proposition menggambarkan attribut
yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan
loyalitas dan kepuasan pelanggan.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif
proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis
untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan
pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para
pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
4. Proses Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif
ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya,
dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu organisasi saat melakukan investasi
tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga
melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan
prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal
dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari
manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu
badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu:
meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang
prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip
kapabilitas, yaitu :
1)
Kapabilitas pekerja.
Tolak ukurnya adalah kepuasan pekerja,
retensi pekerja dan produktivitas pekerja.
2)
Kapabilitas sistem informasi.
Tolak ukurnya adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang
tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3)
Iklim organisasi yang mendorong
timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja
yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah
jumlah saran yang diberikan pekerja.
Sumber : Materi Manejemen Strategi, Paman Google